Inovasi Internet

Instagram Tutup Fitur Live Shopping 16 Maret 2023

Instagram Tutup Fitur Live Shopping 16 Maret 2023
Admin Tekno
Written by Admin Tekno

Harian Teknologi – Kabar mengejutkan datang dari Instagram yang mengumumkan akan menutup fitur “Live Shopping” pada 16 Maret 2023. Sebelumnya, Facebook juga telah menutup fitur Live Shopping pada Oktober 2022.

Tidak dijelaskan alasan penutupan Live Shopping tersebut. Laman Help Center Instagram hanya menulis langkah tersebut bisa membantu perusahaan agar lebih fokus pada produk dan fitur yang lebih bermanfaat untuk penggunanya.

Instagram menulis di laman resmi Facebook.com. “Mulai 16 Maret 2023, Anda tidak dapat memberi tag harga atau nama produk pada saat live di Instagram. Langkah ini membantu kami berfokus pada produk dan fitur yang memiliki nilai dan fungsi kepada pengguna kami,”

Dengan pernyataan di atas, konten kreator dan penjual yang ingin mengiklankan atau menjual produksnya di live Instagram, tidak lagi bisa mencantumkan tag harga ataupun nama produk dari barang yang dijual.

Meski demikian, Instagram menjamin para penjual akan tetap bisa menjalankan bisnisnya melalui Instagram Stories, Reels, dan lainnya.

“Anda akan tetap bisa mengatur dan menjalankan bisnis di Instagram karena kami akan terus berinvestasi dalam meningkatkan pengalaman berbelanja di feeds, IG Stories, Reels, iklan, dan sebagainya,” tulis Instragram.

“Fitur live streaming yang lain tidak akan terdampak, termasuk kemampuan mengatur jadwal live, mengundang tamu atau akun lain untuk bergabung di live Anda, dan membuka sesi tanya jawab di IG Live,” tutup Instagram.

Meta sekalu induk perusahaan Instagram, mengeklaim penutupan fitur Live Shopping bukanlah merupakan akhir dari segalanya, karena perusahaan akan tetap berinvestasi di dalamnya.

BACA JUGA  Mirip TikTok! Instagram Rilis Fitur Trending untuk Reels

Sebab, hampir 90% seluruh pengguna Instagram pasti setidaknya mengikuti (follow) satu akun bisnis.

Maka dari itu, Meta akan lebih fokus pada periklanan sebagai cara utama pengguna memakai bisnis di Instagram. Salah satunya dengan iklan di Shops dan fitur Advantage Plus yang membantu meningkatkan kinerja iklan.

Fitur tersebut akan memudahkan pengguna untuk membeli produk melalui beberapa ketukan saja di Facebook dan Instagram.

Kondisi penjualan online saat pandemi

Fitur Live Shopping diluncurkan Instagram pada 2022 lalu. Kehadiran fitur Live Shopping dimaksudkan untuk membantu para penjual, khususnya wilayah Amerika Serikat, untuk menjual produk melalui live streaming.

Namun, jika melihat ke pasar di luar Amerika Serikat, aktivitas jual beli barang live streaming sudah lebih dulu ada pasar Asia, salah satunya China. Bahkan China sudah memiliki sejumlah aplikasi untuk berjualan melalui live streaming.

Contohnya aplikasi WeChat, Taobao Live, Douyin, dan masih banyak lagi. Ini membuktikan bahwa berbelanja melalui live streaming merupakan cara yang populer dan menguntungkan.

Apalagi sejak pandemi, seluruh orang di dunia dirumahkan, hal tersebut membuat pertumbuhan toko retail online dan e-commerce meningkat pesat. Para penjual di Amerika Serikat pun mulai mengadopsi live shopping tersebut.

Sayangnya, cara tersebut tidak bertahan lama. Setelah kasus pandemi Covid-19 mereda, seluruh aktivitas kembali normal, para pakar menemukan bahwa konsumen di Amerika Serikat tidak lagi terdorong melakukan transaksi di live streaming.

BACA JUGA  YouTube Permudah Kreator Pakai Musik Berlisensi

Melansir Tech Crunch, salah satu temuan melaporkan penjualan online secara keseluruhan, termasuk belanja di live streaming, hanya sekitar 5% dari total penjualan e-commerce di AS pada 2022 lalu.

Bahkan TikTok yang digadang-gadang sebagai platform paling sukses mengimplementasikan belanja secara live streaming, pun membatalkan rencana ekspansi fitur belanja secara streaming ini di Eropa dan Amerika Serikat.

Dikarenakan ketika uji coba di kedua pasar tersebut, tidak ada pengguna yang berhasil menjual produknya lewat live streaming.

Beda budaya

Sulitnya pasar di negara-negara Barat mengadopsi cara berbelanja konsumen di China mungkin dikarenakan  perbedaan budaya dan kebiasaan dalam mengakses konten digital.

Ying Zhu selaku Asisten profesor dan peneliti digital marketing, kebiasaan pengguna, dan jejaring sosial dari Fakultas Management di Unversity of British Colombia’s Okanagan, mengatakan alasan pasar Eropa dan Amerika tidak seperti China karena budaya China adalah “cashless”.

“China adalah masyarakat cashless atau tidak memegang uang fisik. Jadi, Anda memiliki konsumen yang sudah terbiasa dengan aktivitas digitalisasi ekonomi. Mereka tidak membutuhkan uang fisik, kartu kredit, atau kartu debit. Yang mereka butuhkan hanyalah smartphone,” ujar Zhu kepada Time.

“Ini adalah konsep yang baik. Namun, tanpa membangun infrastruktur dan edukasi terhadap konsumen, dengan tiba-tiba menerapkan konsep baru ini ke pasar serta mengharapkan hal tersebut bakal sukses, itu adalah sesuatu yang naif,” ujar Zhu.

About the author

Admin Tekno

Admin Tekno

Berbagi Artikel Seputar Teknologi dan Lainnya